“Bismillahirrahmanirrahim” terdengar suara imam sedang melantunkan
Ayat suci Alquran saat salat maghrib berjamaah. Derap langkah kakiku menuju
barisan para jamaah sambil meluruskan shaf. Setiap gerakan imam aku ikuti
dengan sempurna sambil menghayati dalam hati. Usai salat, para jamaah berjabat
tangan satu sama lain sebagai tanda persaudaraan dalam agama Islam. wirid
dan doa sehabis salat aku ikuti dengan penuh semangat. Jamaah di sekitarku kebingungan dengan tingkahku
yang tidak seperti biasanya. Ya, aku sudah berubah, sejak aku mengalami
kejadian beberapa hari yang lalu. Waktu itu, aku bersama teman-temanku menuju
suatu desa yang tidak kami ketahui namanya. Tempatnya cukup jauh dari rumah
kami dan memerlukan waktu yang lama untuk menuju pedesaan tersebut. Kami
berjalan-jalan menyusuri pedesaan sambil menikmati keindahan ciptaan Tuhan. Pepohonan
berdiri di sepanjang jalan ditemani dengan rumput-rumput yang tinggi. Terik
matahari terasa begitu menyengat di kulit dan sesekali kami
berteduh di bawah pohon rindang. Syahad, salah seorang dari kami menghentikan langkahnya,”Tunggu
sebentar..! coba lihat itu” sambil menunjuk pada seseorang di seberang jalan.
Kami penasaran terhadap orang tersebut dan mencoba untuk mendekatinya. Tampak seorang
laki-laki berbadan kurus, tubuhnya kotor dan baju yang dikenakan
compang-camping. Matanya sayu memelas mengharap sesuap nasi karena sudah tidak
makan berhari-hari. “Buat apa aku ngasih uang sama orang kayak gini”
gumamku dalam hati. “Kita pergi aja yuk, sebentar lagi sore nih!”
kata salah seorang temanku. Kami pun pergi meninggalkan orang tua tersebut
tanpa rasa bersalah karena membiarkannya lapar.
Rasa lelah dan lapar kami
rasakan selama perjalanan. Tak jauh dari tempat kami berdiri, terlihat sebuah
warung makan yang menyajikan berbagai hidangan. Kami memutuskan untuk beristirahat
di warung tersebut setelah seharian berjalan-jalan menyusuri pedesaan. Bau
masakan yang tercium membuat kami ingin cepat-cepat menyantap makanannya. “Permisi,
mau makan apa?” terdengar sambutan hangat dari pramusaji. “Sebentar, Ihsan…
nanti kamu yang traktir ya” ujar teman-temanku. “Hmm, baiklah.. kalian boleh
makan yang kalian inginkan”. Untung saja aku sudah membawa uang cukup banyak
untuk bekal di perjalanan. Kami mulai memesan makanan yang tersedia di daftar
menu. Setelah menunggu beberapa saat akhirnya datang juga makanan yang kami
pesan. Tanpa menunggu lama, langsung kami serbu makanan yang dihidangkan di
atas meja. “Enak banget nih, jadi pengin nambah lagi” kata salah
satu temanku. Aku hanya tersenyum simpul sambil
melanjutkan makan. Akhirnya selesai juga kita makan-makan dan sekarang
waktunya pulang ke rumah. Hampir saja aku lupa untuk membayar makanan yang sudah
kita makan. Ku ambil dompet di saku celana dan “Oh tidak!!! Kemana dompetku?
Aku yakin sudah membawa dompet dari rumah!”. “Coba ingat-ingat lagi..” ucap
seorang temanku. Pemilik warung sudah menunggu bayaran sedangkan aku merasa
bingung entah kemana uangku. Terlihat di depan pintu seorang laki-laki tua yang
ku temui di pinggir jalan tadi. Dia berjalan ke arahku dengan langkah
terseok-seok dengan tubuh yang lunglai lemas. “Nak, apakah ini dompetmu?” ucap
orang tua tersebut. “Benar, Ya Allah terima kasih sekarang dompetku kembali,
terima kasih pak”. Dompet tersebut ku buka dan ternyata uangnya masih utuh. Orang
tua itu menceritakan bahwa ia menemukan sebuah dompet dan ia melihat fotoku
yang terselip. Ia mengenali foto tersebut dan ia langsung mencariku. “Ya Allah,
ampunilah dosa hamba-Mu ini yang sudah berbuat buruk kepada orang tua ini”
sesalku dalam hati. Kami ajak orang tua itu untuk duduk bersama kami dan
memesankan makanan untuknya. Permintaan maaf kami utarakan kepada orang tua
tersebut karena kami telah membiarkan ia kelaparan. Aku tidak habis pikir,
mengapa orang tua itu tidak mengambil uang tersebut dan ia gunakan. Bahkan
setelah perlakuanku yang telah membiarkannya di pinggir jalan tanpa memberi
bantuan sedikitpun. Aku sangat terkesan dengan kebaikan yang telah ia lakukan.
Hal tersebut membuat hatiku terketuk untuk dapat berbuat baik kepada sesama
seperti yang diajarkan dalam Islam. Setelah kejadian tersebut berlalu, aku
terus membenahi sikap burukku. Keluargaku sangat senang melihat perubahan sikapku.
Sekarang aku menjadi senang untuk berbagi bersama dan membantu orang yang
membutuhkan. Tidak perlu menunggu orang lain untuk meminta tetapi akulah yang
akan mendatangi mereka memberikan makanan.
Sore itu, aku dan keluargaku kumpul bersama di ruang tengah sambil
menonton televisi. “Oh ya, besok kan kita sudah mulai memasuki awal bulan
Ramadan! Ihsan, coba dong lihat berita tentang penetapan awal bulan
Ramadan” pinta Ibuku. Aku berdiri dari tempat dudukku dan mencari channel yang
menyiarkan berita tersebut. Penyiarpun sudah memulai membacakan berita di
televisi. Pemerintah memasang beberapa titik koordinat di seluruh Indonesia
untuk melihat bulan menggunakan teropong. Setelah beberapa menit, akhirnya
pemerintah memutuskan bahwa besok sudah memasuki bulan Ramadan. Alhamdulillah
kami masih diberi kesempatan untuk merasakan nikmat yang besar ini. Besok
merupakan hari yang sangat istimewa yang sudah ditunggu-tunggu oleh jutaan umat
Islam di dunia. Ya, bulan Ramadan yang di dalamnya begitu banyak ampunan yang
diberikan Allah kepada hamba-Nya. Semua amal dilipat gandakan menjadi puluhan,
ratusan, bahkan ribuan kali lipat di bulan suci ini. Bulan saat Alquran
diturunkan dan bulan yang di dalamnya terdapat malam lailatul qadr,
yaitu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Sudah saatnya aku
memperbanyak amal saleh untuk menggantikan dosa yang telah ku lakukan selama
ini.
Malam nanti, sehabis salat isya akan
di laksanakan salat tarawih. Hatiku merasa senang sekali karena sesuatu yang
aku tunggu akhirnya datang juga. Terdengar dari masjid kumandang adzan shalat
isya. Aku bergegas menuju ke masjid untuk melantunkan pujian yang biasa aku
dendangkan di bulan Ramadan. “Marhaban ya syahru Ramadan, Marhaban syahru
sa’adah…”selamat datang bulan Ramadan, bulan yang penuh kebahagiaan. Pujian
tersebut merupakan pujian favoritku pada saat bulan Ramadan. Aku begitu
bersemangat dalam melantunkan pujian tersebut. Para jama’ah beramai-ramai
berkumpul ke masjid untuk melaksanakan salat tarawih berjama’ah. Kondisi masjid
cukup sesak karena dipenuhi jama’ah yang akan melaksanakan salat tarawih. Salat
akan segera di dimulai dan imam sudah menempatkan diri di mihrab. Imam mulai
mengangkat kedua tangannya dan membaca takbir “Allahu Akbar”. Salat
tarawih terasa begitu lama karena ini merupakan hari pertama aku
melaksanakannya sehingga terasa berat. Namun, aku melaluinya dengan penuh
semangat untuk mendapatkan rida dari Allah. Tak terasa hampir satu jam kami
melaksanakan salat tarawih bersama. Begitu salat tarawih selesai kami masih
melaksanakan salat lagi yaitu salat witir berjumlah tiga rakaat. Setelah
semuanya selesai, kami berderet membentuk lingkaran dan membaca shalawat sambil
bersalaman. Ikatan persaudaraan terasa begitu kuat diantara kami seperti yang
disabdakan oleh nabi Muhammad S.A.W. yang diriwayatkan oleh imam muslim “Muslim
satu dengan muslim yang lainnya ibarat sebuh bangunan yang saling mengokohkan
satu bagian dengan bagian lainnya”.
Setiap malam senin dan kamis, masjid mengadakan kajian keagamaan sehabis
salat tarawih. Kesempatan ini aku manfaatkan untuk menambah pengetahuan
keagamaanku yang masih dangkal. Selain itu, setiap selesai salat tarawih ada
makanan yang dibagikan oleh setiap jamaah yang biasa kami sebut jaburan. Setiap
jamaah dijadwal seminggu sekali untuk memberikan sedekah di masjid. Ini menjadi
momentum yang tidak akan kami lewatkan untuk menambah amal ibadah kami di bulan
Ramadan. Kadang aku sengaja membawa lebih banyak makanan dari rumah karena aku
ingin memanfaatkan waktu ini untuk bersedekah di bulan yang penuh berkah. Saat
waktu berbuka keluargaku sering memberikan makanan kepada tetangga agar mereka
bisa menikmati apa yang kami makan. Pernah suatu ketika aku dan Ibuku pergi ke
pasar membeli bahan-bahan makanan untuk berbuka puasa. Sebelum ibu memasak
biasanya ia menanyakan kepadaku mengenai menu makanan yang aku inginkan. “Nanti
kamu mau berbuka pakai apa?” Tanya Ibuku. “Ah, nanti buat ini aja Bu.. ikan
saus tomat, pasti enak” sambil tersenyum. Kami segera pergi ke pasar yang tidak
terlalu jauh dari rumah kami. Ibuku mulai mencari bahan-bahan untuk membuat masakan
yang aku inginkan. “Oh ya.! nanti kita buat yang banyak ya bu. biar bisa
berbagi ke tetangga”. “Wah, baiknya anak ibu.. ibu sayang deh sama kamu”
sambil memelukku. Setelah kami selesai membeli kebutuhan dapur, kami segera
beranjak pergi dari pasar. Aku membantu Ibuku menyiapkan makanan untuk berbuka
puasa. Ibu mulai memotong tomat untuk membuat sambal sedangkan aku membersihkan
ikan. Kompor siap dinyalakan “Ceklek...” dan minyak goreng mulai aku masukkan
ke wajan. Setelah minyak terasa panas satu persatu ikan mulai dimasukkan ke
wajan. Sambil menunggu ikan matang kami mulai membuat sambal tomat untuk
menambah cita rasa makanan. Setelah ikan matang, kami mencampurkannya dengan
sambal tomat agar meresap. “Hhmm… baunya enak sekali jadi nggak sabar nunggu
buka.. he..he..” ucapku pada Ibu. Akhirnya makanan kesukaanku, ikan sambal
tomat siap dihidangkan untuk berbuka puasa. Tak lupa kami membagikan sebagian
masakan kami ke tetangga terdekat untuk berbuka puasa. Hal itu kami lakukan
setiap hari selama bulan Ramadan dan kami merasa senang melakukannya. Selain
itu kami juga pernah mengundang anak yatim untuk berbuka puasa bersama di rumah
kami. Itu semua kami lakukan semata-mata hanya karena mencari rida Allah dengan
cara bersedekah. Alhamdulillah rezeki yang Allah berikan tidak berkurang
sedikitpun, tetapi bertambah banyak ketika kami sedekahkan. Apalagi dilakukan
pada waktu yang mulia, pasti akan mendapatkan pahala berlipat ganda. Sungguh
luar biasa kebesaran dan kuasa-Nya. Sekarang kami menyadari bahwa letak
kebahagian bukanlah dari apa yang kita dapatkan tetapi apa yang sudah kita
berikan kepada orang lain.
Komentar
Posting Komentar